Return to site

Dampak Skema Burden Sharing, Rupiah Bakal Makin Tergerus?

KONTAK PERKASA FUTURES

KONTAK PERKASA FUTURES - Keputusan pemerintah meminta Bank Indonesia (BI) mendanai sebagian defisit anggarannya yang semakin membengkak turut berimbas pada rupiah. Nilai tukar mata uang garuda tersebut menjadi salah satu yang terburuk di Asia sepanjang 2020 ini.

Pemerintah sebelumnya mengajukan burden sharing, dimana bank sentral membeli obligasi pemerintah senilai Rp 397,6 triliun. Utang tersebut bakal bantu membiayai defisit anggaran yang membesar akibat peningkatan pengeluaran guna memerangi virus corona (Covid-19).

Program monetisasi utang ini dianggap sebagai cara yang tidak familiar, dimana hanya dipakai oleh bank sentral di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan kawasan Eropa. Tapi pada kenyataannya, semakin banyak bank sentral di negara berkembang seperti Filipina dan Afrika Selatan yang juga telah mengadopsi beberapa bentuk pelonggaran kuantitatif.

"Meski BI telah membeli obligasi pemerintah, itu (monetisasi utang) cukup mengejutkan untuk pasar di negara berkembang," kata Direktur Investasi Pendapatan Tetap M&G Investments Pierre Chartres, seperti dikutip CNBC, Jumat (21/8/2020).

Sejak Pemerintah RI mengumumkan program monetisasi utang bulan lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah turun 2 persen. Para investor juga khawatir langkah tersebut bakal menperluas basis moneter, yang pada akhirnya bakal semakin membuat rupiah lemah.

Direktur dan Analis Utama Fitch Ratings untuk Indonesia, Thomas Rookmaaker mengemukakan, jika dihitung sepanjang tahun ini, kurs rupiah telah menciut 6 persen terhadap dolar AS, menjadikannya mata uang berkinerja terburuk di Asia.

"Pihak otoritas sudah mengindikasikan bahwa monetisasi utang akan dilakukan satu kali tahun ini. Pada saat bersamaan, hal tersebut menimbulkan beberapa pertanyaan terkait pendekatan kebijakan Indonesia untuk jangka menengah," ungkapnya.

"Jika itu terjadi berulang kali selepas 2020 ini, maka berpotensi meningkatkan campur tangan pemerintah dalam kebijakan moneter, dan dapat menurunkan kepercayaan investor," dia menambahkan.

Cara Pemerintah RI memonetisasi utang dalam beberapa hal berbeda dari bank sentral AS, The Fed yang membeli aset di bawah program pelonggaran kuantitatif. Aksi pembelian The Fed sebagian besar dilakukan melalui pasar terbuka, sementara BI membeli Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan pemerintah lewat penempatan pribadi, dan tidak akan menerima bunga atas obligasi tersebut.

Selain itu, BI juga akan menjadi pembeli siaga dan bantu membayar suku bunga untuk obligasi pemerintah senilai Rp 177 triliun, yang bakal dijual di pasar lelang.

"Pendekatan BI yang bertujuan untuk mengurangi beban bunga bagi pemerintah dengan tetap mempertahankan tingkat suku bunga lebih tinggi, juga daya tarik utang untuk sektor swasta, terbilang cukup inovatif," ujar Pierre Chartres.