PT KONTAK PERKASA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan payung hukum baru, mengenai perubahan formula harga Liquified Petroleum Gas (LPG).
Hal tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 61 K/12/MEM/2019, tentang Harga Patokan Liquefied Petroleum Gas (LPG) Tabung 3 Kilogram Tahun Anggaran 2019.
Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar mengatakan, perbedaan formula LPG lama dan baru terletak pada besaran persentase Harga Indeks Pasar (HIP) dengan menggunakan CP Aramco sebagai acuan dasar harga gas, serta perubahan struktur biaya produksi yang lebih sesuai dengan realisasi di pasar.
"Bedanya di mana yang lama dan baru, di HIP. Tujuannya apa? Tujuannya adalah satu kita lihat harga HIP (Harga Indeks Pasar). Kita lihat di 2017-2018 kita lihat HIP seperti apa," kata Arcandra, di Jakarta, Senin (22/4/2019).
Dia mencontohkan, untuk formula lama struktur harga keekonomian LPG terdiri dari 103,64 persen HIP + USD 84 per metrik ton + Rp 1.950 per kilogram.
Dengan begitu 103,64 persen HIP merupakan seluruh komponen pembentuk harga dasar yang berupa satuan CP Aramco rata rata harian, kurs rupiah atas dolar rata rata harian dan juga perbedaan harga komponen antara impor gas dengan produksi gas dalam negeri.
Sementara jika melihat pada HIP 2018-2017, dengan membandingkan yang dibeli impor dan yang diproduksi Pertamina, besaran persentase sudah tidak 103,64 persen lagi.
SELANJUTANYA
Arcandra melanjutkan, untuk angka USD 84 per metrik ton didapat dari acuan internasional, berdasarkan produksi gas dan pengolahan gas menjadi LPG.
Sedangkan Rp 1.950 per kilo gram merupakan struktur yang terdiri dari biaya penyimpanan dan distribusi serta keuntungan usaha dan penyaluran.
Untuk formula baru berubah menjadi 103,85 persen HIP + USD 50,11 per Metrik ton + Rp 1.879 per kilogram. Dia mengakui, ada komponen harga yang mengalami kenaikan dan penurunan. Namun acuan harga yang digunakan adalah yang sebenarnya.
Arcandra menuturkan, perubahan formula harga LPG bersubsidi ini akan membuat perolehan harga jauh lebih mendekati realisasi pasar. Selain itu, besaran subsidi yang dibayar pemerintah ke Pertamina lebih kecil, sehingga jauh lebih efisien ketimbang formula lama.
"Dengan formula baru ini kita bisa mendapatkan harga yang lebih aktual. Selain itu ada aspek penghematan yang bisa didapat dari formula tersebut," tandasnya.
BACA JUGA : Belanja Iklan Kampanye Pemilu 2019 Tembus Rp 602 Miliar